Adat Istiadat Masa Perkenalan Bujang - Gadis Jambi ~ Ini perlu kita keteahui mungkin sedikit unik, tapi saya belum tau persis apa cara ini masih di pergunakan oleh para bujang – gadis di jambi, atau sudah menghilang dari budaya kita.
Yang saya kata kan unik di sini, ada sebuah perkampungan, dimana adat istiadatnya masih sangat di jaga, Salah satu Kabupaten Sarolangun Tepatnya di Kecamatan Batang Asai Jambi. Nah di situ kalau seorang pria bertamu, ketempat seorang gadis atau yang di sebut dengan bertandang ke tempat gadis, di situlah di katakan berusik sirih bergurau pinang, nah apabila sigadis menyukai pria tersebut mereka akan memberikan sebuah kain batik, itu petanda bahwa dia menyukai si pria tersebut.
Si pria harus menukarkan kain tersebut dengan yang lain bisa berupa baju, dain kain pula,, Ntar aja kita ulas lebih jelas karena lagi susah mencari informasi tersebut.
Mengenal Adat Istiadat Bujang gadis, yang saya dapat Dalam buku Adat Istiadat Daerah Jambi Depdikbud tahun 1985 Halaman 162 disebutkan dalam arena pergaulan muda mudi atau dalam istilah lokal disebut pergaulan bujang gadis, dikenal berbagai ragam dan bentuk nama. Yang diciptkan orang untuk menunjuk identitas arena pergaulan itu” Diantaranya disebutkan, numpang berangat di Sungai Tenang, pergi bertandang di Muara Talang, bedak berkelam di Dusun Tuo Tebo Ulu nyuluk dan lain sebagainya.
Agar pergaulan mereka masih berada dalam batas-batas pergaulan yang sesuai dengan adat istiadat maka para orang tua perlu mengingatkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
• Dalam rangka semata-mata mencari jodoh yang sekupu, sesuai serasi selaras dan seimbang, maka putra putri yang telah masuk maso bujang dan maso gadis, dibolehkan saling bertemu untuk berusik sirih bergurau pinang.
• Pertemuan antara bujang dan gadis berlangsung tidak berulang-ulang, tidak hanya berdua-duaan, tidak dalam waktu yang terlalu lama tidak bernuansa kencan, tidak menjurus kepada pergaulan bebas, tidak menimbulkan kesan sudah seperti suami istri.
• Jadi pertemuan itu hanay sebatas sampai pada kesimpulan bahwa sang calon memang sudah jodoh masing-masing, tidak merasa dipaksa kawnin, tidak meras membeli kucing dalam karung, untuk selanjutnya kalau sudah setuju hasrat yang terkandung didalm hati tersebut disampaikan kepada orang tua untuk ditindak lanjuti.
• Akan tetapi apabila semua pihak baik bujang dan gadis, maupun kedua belahpihak keluarga sudah saling bersepakat maka perkawinan dapat saja dilangsungkan, walaupun belum berkenalan dan mengadakan pertemuan terlebih dahulu.
• Laki-laki maupun perempuan yang sedang berumah tangga tidak dibenarkan untuk mengadakan pertemuan seperti datas.
• Apabila orang tua melihat anaknya telah berkinginan untuk melanjutkan hubungan muda mudinya ke jenajgn yang lebih serius, maka oleh orang tua, terutama oleh orang tua laki-laki yang akan meminangkan anaknya, terlbih dahulu dijelaskan beberapa prinsip perkawinan yang perlu dipahami oleh si anak dengan memberikan alasan bahwa: perkawinan itu adalah merupakan lahir bathin yang sacral (Suci), ayng kokoh mengingat kedua belahpihak suami istri dalam kehidupan berumah tangga yang bahagia, berlangsung kekal samo diduania, abadi samo diakhirat.
• Perkawianan itu harus dilakukan dengan bersendikan syarak supaya sah menurut agama dan jangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinyo dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
• Perkawinan boleh dilakukan dalam satu suku atau dengan suku lain, maksudnya supaya beruleh panjang berkampuh lebah, sehingga semakin banyak tidak dilarang perkawinan sepupu, baik sepupu tidak dilarang perkawinan sepupu, baik sepupuh karena ayah dengan ayah bersaudara, ibu sama ibu bersaudra, maka dengan anak saudara perempuan ayah dan anak saudara laki-laki ibu, artinya adat bersendi syarak padi balik keladang emas balik ke Puro.
• Perkawinana beukanlah semata-mata persoalan pribadi antara calon pengantin, melainkan melibatkan tanggung jawab orang tua, nenek-mamak dan tuo tengganai bahkan pada hakikatnya merupakan hutang bagi orang tua yaitu ayah untuk mengantarkan anaknyo berumah tango, terutamo anak betino.
• Bila terjadi lamaran ditolak, atau tidak mendapat restu dari salah satu pihak orang tua, boleh kawin lari dengan syarat:
a. Bujang gadis tersebut larinya kerumah Hakim Agama atau Ketua Lembaga Adat.
b. Orang tua/Wali bersedia menikahkan atau membayar denda. Hakim/Ketua Lembaga Adat bersedia menampung bujang gadis tersebut.
c. Umur bujang gadis tersebut sudah mencapai usia akil-balikh yaitu gadis yang telah terkan haid/menstruasi lebih kurang berusia 15 tahun, bujang telah mampu bekerja sebagaimana umurnya orang Desa mencari nafkahnya.
0 komentar:
Post a Comment